Explore
Also Available in:

Pohon-pohon yang berjalan

Ilmu pasti modern menolong kita memahami mujizat yang penuh teka-teki

oleh: Russell Grigg
penerjemah: Sammy Wiriadinata Lee, June 2010

Injil Markus menceritakan bagaimana Yesus menyembuhkan seorang buta, dengan proses yang terdiri dari dua tahapan:

8:22 Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Betsaida. Di situ orang membawa kepada Yesus seorang buta dan mereka memohon kepada-Nya, supaya Ia menjamah dia.
8:23 Yesus memegang tangan orang buta itu dan membawa dia ke luar kampung. Lalu Ia meludahi mata orang itu dan meletakkan tangan-Nya atasnya, dan bertanya: “Sudahkah kaulihat sesuatu?”
8:24 Orang itu memandang ke depan, lalu berkata: “Aku melihat orang, sebab melihat mereka berjalan-jalan, tetapi tampaknya seperti pohon-pohon.”
8:25 Yesus meletakkan lagi tangan-Nya pada mata orang itu, maka orang itu sungguh-sungguh melihat dan telah sembuh, sehingga ia dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. (Markus 8:22–25)
walking tree

Orang Kristen yang beriman tidak ada masalah dengan mujizat ini, sebab Alkitab menampilkan Tuhan Yesus Kristus sebagai Dia yang pada mula pertama menjadikan alam semesta serta semua yang ada didalamnya termasuk hidup manusia, dengan kuasa FirmanNya (Kejadian 1; Yohanes 1:1–3; Kolose 1:16). Tuhan yang dapat melakukan yang satu tentu juga dapat melakukan yang lainnya. Mengapa kesembuhan itu harus dalam dua tahap dan bukan satu saja.

Pada Penciptaan, Tuhan tidak perlu jutaan tahun—lebih besar kuasaNya, lebih sedikit waktu yang diperlukanNya. Dia dapat menjadikan semuanya dalam sekejap saja, tapi Dia memilih untuk menjadikan semuanya dalam tempo enam hari untuk maksud tertentu (Keluaran 20:8–11). Begitu juga halnya dengan Yesus, Dia dapat menyembuhkan orang itu dengan satu tahap saja, seperti yang dilakukanNya kepada semua orang buta lain yang disembuhkanNya, tapi kali ini Dia memilih untuk melakukannya lebih lama. Kedua tahap yang diambilNya itu beberapa saat saja, dan bukan sampai berbulan-bulan, sehingga sebenarnya tidak ada waktu untuk terjadinya ‘kesembuhan secara alamiah’, dan detail yang diberikan menunjukkan bahwa tidak ada terjadi kebutaan yang diakibatkan gangguan kejiwaan atau histeris yang telah disembuhkan disini. (lihat dibagian bawah). Fakta bahwa Yesus menggunakan dua tahapan bukan berarti bahwa Dia terbatas dengan cara yang bukan supranatural untuk melakukan mujizat penciptaanNya. Mungkin ini dilakukan agar kita melihat bukti suatu ilham yang dicapai melalui perincian pengobatan yang diberikan oleh si penulis manusiawi, yaitu Markus, tapi yang dia mungkin tidak akan mengetahui keistimewaannya—detail yang serupa dengan yang dialami oleh orang-orang yang disebutkan dibawah ini, yang telah mengalami pemulihan penglihatan mereka setelah buta bertahun-tahun lamanya.

Virgil

Virgil adalah seorang pria berumur 50-tahun, yang buta sejak masak kanak-kanak, dan yang penglihatannya dipulihkan tahun 1991 setelah operasi kataraknya berhasil dikeluarkan dan lensa yang baru ditanamkan pada matanya. Kisahnya diceritakan oleh Oliver Sacks, Professor Ahli Syaraf pada Fakultas Kedokteran di New York, dalam bukunya, An Anthropologist on Mars.1 Waktu perbannya dibuka, Virgil bisa melihat, tapi dia tidak tahu apa yang sedang dilihatnya. Cahaya, gerakan dan warna semuanya campur baur dan tak berarti; semuanya hanya tampak kabur. Otaknya tidak dapat memberikan arti terhadap gambar-gambar yang dikirimkan syaraf-syaraf penglihatannya. Walaupun sekarang dia bisa melihat, dia tetap buta secara mentalnya—suatu kondisi yang dinamakan dalam istilah kedokteran sebagai agnosia.

Virgil bisa membaca baris ketiga pada bagan uji penglihatan standard dari Snellan, yang sebanding dengan kemampuan membaca sekira-ira 20/100 (dengan kemampuan terbaiknya 20/80).2 Namun, dia tidak dapat mengenal kata-kata, walaupun dengan sistim Braille dia bisa membaca dengan fasih, begitu juga dia bisa membaca huruf-huruf yang timbul; dia juga bisa dengan mudah membaca huruf-huruf pada batu nisan dengan rabaan jari-jarinya. Seekor kucing sangat membingungkan dia, sebab dia dapat melihat bagian-bagiannya dengan jelas—cakar, hidung, ekor—tapi seekor kucing secara keseluruhan hanya berupa gambar yang kabur, sama juga halnya dengan wajah manusia.
Di kebun binatang, Virgil mendapati bahwa itu sukar untuk mengenali binatang-binatang, dan dia berhasil lakukan itu hanya karena gerakannya, atau sesuatu sifat khasnya, seperti kanguru karena dia melompat-lompat, jerapah karena tingginya, zebra karena belang-belangnya, dan singa karena aumannya. Beberapa hari setelah pembedahannya,

Virgil mengatakan bahwa ‘pohon-pohon tidak tampak seperti sesuatu diatas bumi,’ tetapi sebulan kemudian akhirnya dia dapat melihat bahwa bagian-bagiannya yaitu batang dan daun-daunnya merupakan suatu unit yang lengkap.

Aspek-aspek klinikal

old man

Orang-orang yang dulunya biasa mengenal dunia melalui sarana sentuhan, pendengaran, perasa, dan penciuman mempunyai kecenderungan menjadi bingung dengan “penampakan” yang, karena berupa optikal (penglihatan) tidak mempunyai korelasi dengan indra-indra lainnya. Orang-orang yang telah menjadi buta sejak lahirnya (congenintal blindness) atau dimasa sangat kecil telah hidup dalam suatu dunia yang mempunyai dimensi waktu saja, dan bukan waktu dan ruangan. Jadi melangkah ke beranda depan rumah bagi seorang buta hanya merupakan waktu singkat setelah meninggalkan anjang pintu, gantinya suatu kesadaran bahwa dia berada disuatu ruangan yang tertentu. Sacks mengutip autobiografi dari John Hull (Touching the Rock), seorang buta, yang berkata, bahwa bagi orang buta, orang itu hanya ada disana kalau mereka itu berbicara; mereka datang dan pergi seolah-olah dari ketiadaan dan kepada ketiadaan.

Bayi-bayi yang bisa melihat mempelajari hal-hal ini sementara dia bertumbuh dan adalah merupakan suatu pencapaian, dan harus dicamkan bahwa kesanggupan ini tidak ada atau melampaui kesanggupan dari computer yang terbesar dan tercanggih pun. Orang-orang yang menjadi buta kemudian dalam hidup mereka telah membentuk suatu ‘ingatan penglihatan’ dari hal bagaimana kira-kira benda-benda tampaknya waktu semuanya itu bertemu dan menempatkan diri di ruangan. Namun demikian bagi seorang yang baru mendapat penglihatannya, itu adalah suatu pekerjaan belajar yang besar mencakup perubahan yang radikal baik dalam bidang syaraf maupun fungsi psikologisnya, dan merupkan suatu perubahan dalam ‘kebiasaan mengadakan persepsi dan merupakan strategi yang dilakukan seumur hidupnya’—dengan singkat, dalam mengidentifikasikan.

Professor Sacks mengatakan bahwa kesulitan-kesulitan yang semacam ini ‘boleh dikata hampir umum kepada semua mereka yang buta sejak dini dan mendapatkan kembali penglihatannya,’ dan dia menyebutkan seorang pasien, S.B., yang tidak dapat mengenal wajah-wajah secara pribadi masing-masing orang sehingga setahun setelah selesai pembedahannya, walaupun dia sudah mendapat penglihatan dasar normal yang sempurna.3

Dari sejarah kasus-kasus seperti itu, nyata bahwa apabila penglihatan itu dipulihkan dengan tiba-tiba, timbullah kebutuhan untuk mengembangkan jalan-jalan masuk ke bagian otak yang mengurus penglihatan. Dengan demikian cerita tentang orang buta di Bethesda itu yang melihat ‘orang banyak seperti pohon-pohon yang berjalan’ bukanlah merupakan cerita dalam bentuk syair belaka; ini adalah merupakan suatu deskripsi klinikal. Seperti halnya si Virgil, orang buta ini bisa melihat, tapi dia mempunyai komplikasi tambahan berupa agnosia—dia tidak dapat mengerti apa yang dilihatnya. Yesus, setelah memberikan penglihatannya kembali, kemudian telah menyembuhkan agnosianya—dalam satu saat mujizat itu terjadi dimana otaknya diajar perkara-perkara yang kita semua mempelajari sejak masa kanak-kanak.

Jadi mengapa Yesus melakukan itu dengan cara begini terhadap orang itu, padahal Dia tidak perlu lakukan itu, dan tampaknya Dia tidak lakukan itu terhadap orang-orang buta lainnya yang Dia telah sembuhkan?4

Kita tidak tahu dengan pasti, tetapi mungkin saja adalah karena, dengan menyembuhkan orang buta di Bethesda itu dalam dua tahap, Dia memberikan suatu cap otoritas tentang keabsahan kisah ini, yang dapat dimengerti hanya oleh pembaca-pembaca dizaman modern ini. Tidak mungkin suatu kisah yang direka yasa dapat memberikan detail seperti ini: yakni fakta pembedahan mata seperti ini tidak pernah dilakukan pada zaman dahulu sehingga penulis cerita ini tidak akan tahu masalah agnosia yang dihadapi seorang buta yang baru dipulihkan penglihatannya.

Jadi dalam hal ini tidak dapat disangkal bahwa terbukti mujizat ini sudah terjadi dengan benar di Bethesda. Mujizat penyembuhan ini harus melibatkan pemulihan atau menciptakan struktur mata, dan sebagai ketambahannya juga menciptakan saluran syaraf baru dan koneksi baru kepada otaknya. Ini adalah merupakan kuasa mujizat yang sama yang telah menciptakan Adam dari abu tanah atau penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam, dalam waktu yang sama singkatnya. (Kejadian 2:7, 21–22)

Referensi dan catatan

  1. Sacks, O., An Anthropologist on Mars, Knoff, A.A., New York, pp. 108–152, 1995. Kisah ini sudah dijadikan film berjudul At First Sight, diterbitkan tahun 1999, dibintangi oleh Val Kilmer sebagai Virgil. Kembali kepada bacaan
  2. 20/100 vision means that the person sees details at 20 metres that a person with good eyesight (20/20) can see at 100 metres. Kembali kepada bacaan
  3. Kasus sejarah: Gregory R. and Wallace, J., Quarterly Journal of Psychology, 1963. Kembali kepada bacaan
  4. Tidak pernah dicatat mujizat yang melibatkan pemulihan penglihatan dalam Perjanjian Lama. Didalam Alkitab hal ini disebutkan sebagai suatu kegiatan khusus yang akan dilakukan oleh Mesias (Yesaya 35:5; Lukas 4:18; Yohanes 9:32–33, 38), dan merupakan mujizat yang paling banyak dilakukan oleh Yesus. Kembali kepada bacaan