Explore
Also Available in:

Suku yang melupakan waktu (dan banyak hal lainnya, juga)

oleh
penerjemah: Sammy Wiriadinata Lee, June 2010

Foto oleh Bunyuen Suksaneh mlabri-shelter

Suku-suku terasing yang hidup berburu dan mengumpulkan hasil hutan sering dipandang di negara Barat sebagai primitive (pra-pertanian), peninggalan Zaman Batu yang belum berkembang penuh.1,2 Suku-suku seperti ini sering kali diberikan julukan ‘Suku Yang Dilupakan Waktu’—sebuah konsep yang dikenal secara luas, bahkan oleh mereka yang tidak tahu tentang novel klasik karangan Edgar Rice Burrough tahun 1924 (atau film Hollywood tahun 1977)3

Namun demikian, dihadapkan dengan bukti yang memesonakan, ahli-ahli antropologis terpaksa harus memperbaharui pandangan mengenai ‘Dunia primitif: Suku Yang Hilang Dalam Waktu’.4

Suku Mlabri—‘Manusia dari Daun-daun Kuning’

Tersebar diseluruh hutan pegunungan bagian utara Thailand dan Laos Barat, suku Malabri pertama-tama ‘diketemukan’ oleh orang-orang Eropah di tahun 1936. Mereka belum tahu bertani, jadi gantinya mereka mencari dan mengumpulkan makanan yang tumbuh liar di hutan rimba—sebagai satu-satunya suku liar pemburu-pengumpul makanan.

Suku Mlabri hidup sebagai pengembara hutan rimba, berpindah-pindah dengan sering dan jarang sekali menunjukkan diri mereka kepada dunia luar. Namun demikian, orang Thai tahu tentang keberadaan mereka, dan menamakan mereka Phaw Tong Luang—‘Manusia Daun-daun Kuning’5 Ini disebabkan karena mereka akan meninggalkan tempat bermukim sementara mereka yang terbuat dari tiang-tiang bambu dan atap daun pisang, yang mereka tinggalkan seminggu kemudian ketika daun-daun atap gubuk mereka itu berubah menjadi kuning warnanya.

Foto-foto oleh Bunyuen Suksaneh Mlabri people

Cara hidup mereka yang sangat memesonakan menyebabkan antropologis mengambil konklusi bahwa suku Mlabri ini telah ‘bertahan selama berabad-abad tanpa perubahan’, mempertahankan suatu kebudayaan yang ‘mendahului sistim pertanian’. Dengan singkat, saintis menganggap suku Mlabari itu sebagai ‘peninggalan dari Zaman Batu.’6

Tapi salah satu suku pegunungan—suku Tin Prai, suku yang bertani—menceritakan kisah yang sangat berlainan tentang asal usul suk Mlabri itu.

‘Legenda’ suku Tin Prai—anak lelaki, perempuan yang dikirim kehilir sungai

Foto oleh Refugees International young weaver

Suku Tin Prai mempunyai suatu cerita, yang telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, untuk menerangkan asal usulnya dari tetangga mereka para pemburu dan pengumpul hasil hutan yang penuh rahasia itu.

Beberapa ratus tahun yang lalu, kata orang-orang Tin Prai, mereka membuang dua anak muda mereka dari masyarakat petani mereka, dengan menggunakan sebuah raket menuju ke hilir sungai. Kedua anak itu, seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan meloloskan diri dari rakit itu dan melarikan diri kedalam hutan. Mereka bertahan hidup dengan jalan mengumpulkan buah-buahan dari hutan dan berburu apa saja yang dapat mereka tangkap—dan setelah beberapa lama, mereka mendapat keturunan. Jadi menurut orang Tin Prai, anak lelaki dan perempuan itu menjadi pemula dari suku Mlabri itu. Tetapi kisah ini dianggap orang lain sebagai ‘mitos rakyat’—sama sekali tidak cocok dengan urutan perkembangan kebudayaan manusia sesuai teori evolusi, yakni ‘pemburu dan pengumpul hasil hutang mendahui pertanian, bukan sebaliknya’.7

DNA suku Mlabri ‘yang mengherankan’

Suku Mlabri dewasa ini hanya terdiri dari sekitar 300 orang dan dianggap sebagai ‘manusia yang rawan punah dengan ancaman terhadap cara hidup dan bahasanya’.7,8 Kebanyakan tanah pengembaraan mereka yang semula telah ‘hilang’ akibat penebangan hutan dan lahan pertanian yang semakin menjepit mereka.

Foto oleh Mikel Flamm, <www.mikelflamm.com>. Mlabri men working
Dilarang oleh adat negeri mereka sendiri, banyak dari suku Mlabri sekarang mencari nafkah dengan bekeja sebagai buruh pada pertanian tetangga mereka suku-suku penghuni bukit-bukit.

Satu tim antropologis internasional,9 berharap untuk ‘mengungkapkan tanda-tanda asal mula evolusionis’, pergi untuk membandingkan perbedaan genetik dari suku Mlabri dengan enam suku lainnya yang mpraktekkan sistim pertanian diatas bukit.10,11

Hasilnya sangat ‘mencolok’. Sebagaimana dilapaorkan oleh ScienceNOW: ‘Sangatlah mengagumkan, semua mitochondrial DNA dari suku Mlabri ternyata sama benar—sama sekali tidak ada variasi seperti yang diketemukan pada penduduk manusia lainnya.6 Demikian juga, chromosome Y dari suku Mlabri dan perbedaan genetic mereka ternyata, ‘sangat sedikit sekali.’

Apa implikasinya? Karena secara genetic suku Mlabri itu “sangat dekat persamaannya’, maka mereka itu pasti datang dari ‘satu himpunan kelompok gene yang sangat terbatas.7 Malah sebagai fakta, para penyelidik itu menarik kesimpulan bahwa penduduk suku Mlabri itu telah berasal dari hanya satu perempuan dan satu sampai empat lelaki yang hidup sekitar 500 sampai 800 tahun yang lalu. Dan karena persamaan susunan genetic antara suku Mlabri dan suku-suku yang hidup bertani di bukit-bukit itu, para penyelidik itu menyimpulkan bahwa kemungkinan penjelasan yang paling besar untuk asal usul dari suku Mlabri itu adalah suatu peristiwa yang sangat langka bahwa mereka itu asalnya sebagai ‘kelompok petani, tapi kemudian mengadoptasi cara hidup pemburu dan pengumpul.’11 Dan suku-suku tetangga merek yang hidup sebagai petani itu ‘paling sedikit sangat dekat pertaliannya dengan suku Tin Prai yang sekarang ini’.7

‘Kisah aneh’ yang tidak terlalu aneh!

Sebagai ketambahan, penyelidikan secara linguistics menunjukkan bahwa bahasa suku Mlabri itu bertalian dengan bahasa suku Tin Prai—mungkin dengan pemisahan yang terjadi beberapa ratus tahun yang lalu.7,11

Suku Mlabri itu bukanlah manusia pra-pertanian ‘yang dilupakan oleh waktu.’

Jadi dengan demikian ‘kisah aneh’ suku Tin Prai (sebagaimana yang dijuluki oleh salah satu laporan media7 ternyata cocok dengan fakta-fakta yang ada. Adalah lebih tepat untuk dianggap sebagai isah saksi mata yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Suku Mlabri itu bukanlah manusia pra-pertanian yang dilupakan oleh waktu. Malah sebaliknya, menghadapi problema bagaimana bisa bertahan dalam hutan dengan terputusnya cara untuk memperoleh sumber benih dan dukungan kerja sama dari masyarakat, mereka adalah suku yang melupakan pengetahuan bagaimana caranya bertani12 dan banyak lagi hal lain yang diketahui oleh leluhur mereka—seperti membuat pakaian, membangun tempat tinggal yang kokoh, adat social, dan sebagainya.

Memperhatikan usia dari pemula suku ini, kekurangan pengetahuan yang tidak diturunkan leluhur mereka bisa dimengerti. Suku Tin Prai juga menjelaskan ‘mengapa orang-orang dari suku Mlabri itu begitu kekanak-kanakan’ dan ‘mengapa mereka itu bicaranya begitu perlahan-lahan’.7,13 Ini juga menjelaskan mengapa masyarakat Mlabri itu sangat terkungkung oleh adat yang sangat nyata kurang bijaksana, misalnya, adat mereka melarang mereka memiliki tanah.14 Ini mereka katakana menyebabkan mereka itu terhukum dengan kehidupan yang hanya menjadi buruh dengan pendapatan yang sangat rendah dan kemiskinan.

‘Kebudayaan yang mundur’?

Foto oleh Mikel Flamm, <www.lightstalkers.org/mikel_flamm> Purple yarn

Berdasarkan penemuan mereka tentang suku Mlabri ini, para penyelidik menagamarkan bahwa ‘kelompok pemburu dan mengumpul hasil hutan masa kini suk seperti itu tidak dapat secara otomatis dianggap mewakili penduduk manusia pra-pertanian, yang tidak berubah dan berasal dari Zaman Batu.’11

Mereka merujuk kepada contoh kelompok lain yang juga diketahui sebagai berasal dari kelompok manusia petani. Misalnya suku pemburu dan pengumpul di Polynesia di pulau-pulau Chatham dan Pulau Selatan dari Selandia Baru, ‘yang meninggalkan pertanian dan mengadoptasi kehidupan mengumpulkan nafkah kehidupan mereka dari hasil laut.’

Namun ini tidak berarti bahwa para penyelidik ini telah meninggalkan teori-teori evolusi mereka. Mereka masih tetap berpegang kepada pendapat bahwa ada kelompok pra-pertnian ‘Zaman Batu’. Tetapi kalau ditanya, mereka akan terpaksa memberikan bukti mereka bahwa manusia itu dimulaikan dengan kelompok masyarakat ‘Zaman Batu’ yang berupa pemburu-dan pengumpul hasil hutan, dengan pengetahuan bertani ‘berkembang’ kemudian. Sama halnya seperti suku Mlabri, indikasi dari genetik, bahasa, dan bukti cerita rakyat yang ada pada suku lain yang juga menjadi pemburu dan pengumpul hasil hutan pada dewasa ini, menunjukkan dengan kuat bahwa mereka itu tadinya erat berhubungan dengan kelompok masyarakat yang sudah tahu bertani, tetapi telah mengalami ‘devolusi kebudayaan’ atau ‘berkembang mundur kebelakang kebudayaan mereka.15–17 Tidak pernah ada ‘Zaman Batu’ yang sebenarnya, kecuali didalam pemikiran mereka yang menganggap adanya ‘sejarah’ evolusi!18 Satu-satunya cara untuk mengetahui apa yang terjadi dimasa lampau dengan pasti adalah dengan mendapatkan saksi mata yang dapat dipercayai (Ulangan 19:15; Ayub 38:4,21; 2 Korintus 13:1). Dan Alkitab adalah justru itu—kembali ke awal permulaan waktu—dari Pencipta Sendiri.

Orang yang melupaka waktu—dengan sengaja!

Dalam 2 Petrus 3:3–7, Alkitab mengamarkan kita bahwa “pada akhir zaman akan ada pengolok-olok yang akan mengolok-olok mengikuti keinginan mereka yang jahat.” Kemudian ayat itu melanjutkan bahwa “mereka itu dengan sengaja melupakan bahwa pada dahulu kala dengan Firman Tuhan langit sudah ada dan bumi ini dibentuknya dari air dan oleh air. Dengan air itu juga bumi ini pada waktu itu telah ditimpa air bah dan dibinasakan” (penekanan telah ditambahkan).19

Karena para penganut evolusi melupakan Air Bah diseluruh dunia (Kejadian 6 9) sekitar 4,500 tahun lalu, mereka berpikir bahwa lapisan-lapisan batu dibumi ini berarti telah terjadi jutaan tahun lalu. Karena mereka melupakan bahwa seluruh alam Kejadian ini hanya mulai 6.000 tahun yang lalu dan bahwa manusia yang pertama itu mengolah sebuah kebun dan menanam hasil tuaian ladang, mereka berkata bahwa perburuan-pengumpulan hasil tanaman liar mendahului pertanian. Karena mereka melupakan apa yang terjadi pada zaman Adam, dan kemudian Nuh dan penyebaran bangsa-bangsa di Babel, mereka menjadi kalang kabut dalam menerangkan mengenai asal usul kematian, penderitaan, fosil dan asal mula dari bahasa dan kebudayaan. Malah lebih serius lagi, kakrena mereka melupakan bahwa lelaki dan perempuan yang pertama dibuat menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26 27), bahwa semua manusia itu adalah keturunan mereka itu dan sudah mempunyai kecerdasan otak dari mula pertamanya (misalnya, dapat membuat perkakas dari logam—Kejadian 4:22), mereka telah menggantikan sejarah manusia sebenarnya dengan suatu cerita yang mengatakan bahwa sebagian orang adalah ‘lebih kurang berkembang’ (dengan demikian lebih kurang manusiawi) dari yang lainnya—sehingga mengobarkan sikap rasisme.20

Foto oleh Refugees International Mlabri children
Banyak anak-anak suku Mlabri sekarang bersekolah di sekolah-sekolah Thai.

Walaupun dimana sikap rasisme yang berkelebihan itu tidak tampak nyata,21 tetapi akibat menggantikan garis waktu Alkitab dengan garis waktu evolusi dapat memberikan dampak buruk kepada kelompok masyarakat tertentu (dalam cara yang sangat menyakitkan dan melecehkan). Misalnya, banyak orang Aborigin di Australia telah menerima dusta evolusi bahwa untuk selama kurun waktu 40,000 tahun mereka telah hidup dalam keberadaan “Zaman Batu’—dengan pengertian bahwa mereka lebih primitif (lebih kurang berkembang) daripada penduduk lainnya.22 Pandangan merusak seperti itu dapat diatasi dengan mengabarkan kebenaran tentang asal usul manusia. Pendeta-pendeta Kristen yang mengunjungi pemukiman Aboriginis telah melaporkan bagaimana mereka melihat tetesan air mata sukacita akibat menyadari bahwa kita semua asalnya dari ‘satu ras’, semuanya berasal dari Adam dan Hawa (dan kemudian, Nuh), dan dengan demikian semuanya telah diciptakan dengan sama sederajad dalam rupa Allah Pencipta kita.23,24

Ini adalah pengetahuan yang leluhur mereka pada satu ketika dimasa lalu telah punyai (bersamaan dengan pengetahuan tentang bertani, pertukangan logam, pembuatan pakaian, dan sebagainya.) tapi yang oleh suatu sebab dan lainnya tidak lagi diteruskan kepada genersasi berikutnya. Dengan singkat, mereka telah melupakannya.

Banyak orang juga di antara orang Kristen di Barat, dalam bahaya melupakan, karena tersebar luasnya ajaran tentang garis waktu yang dianggap ‘fakta’ melalui media, sekolah-sekolah dan universitas, dan pada saat yang sama ketika ajaran Alkitab kepada anak-anak menjadi makan berkurang.

Adalah sangat baik bagi kita untuk mengingat penekanan Alkitab (misalnya, Ulangan 4:9 10, 31:10 13; Efesus 6:4) dalam meneruskan pengetahuan tentang Firman Allah (yang mencakup sejarah waktu yang benar) kepada generasi berikutnya—anak-anak kita—supaya mereka berikutnya dapat mewariskan itu kepada anak-anak mereka dan seterusnya.

Agar jangan sampai kita (dan mereka) melupakannya.

Referensi dan catatan

  1. Houser, E., A summary of: Headland, T., and Reid, L., Pemburu dan pengumpul hasil hutan dan tetangga-tetangga mereka dari zaman prasejarah sampai sekarang, Current Anthropology 30(1):43–66, 1989; <www.publicanthropology.org/Archive/Ca1989.htm>. Kembali kepada bacaan.
  2. Suku Zaman Batu membunuh orang buangan, The Age (Melbourne, Australia), <www.theage.com.au/news/world/stone-age-tribe-kills-cast aways/2006/02/09/1139379613195.html>, 9 February 2006. Kembali kepada bacaan.
  3. Peranan dalam buku perjalanan ke benua yang terhilang dimana terdapat dinosaurus dan ‘manusia purbakala yang buas’. Burroughs adalah juga pencipta dari ‘pahlawan rimba’ Tarzan. Kembali kepada bacaan.
  4. Judul dari buku terbitan 1973 oleh National Geographic Society (US). Kembali kepada bacaan.
  5. Alternatifnya: Phi Tong Luang—‘Spirits (or Ghosts) of the Yellow Leaves’. Kembali kepada bacaan.
  6. No Stone Age unturned, ScienceNOW, <sciencenow.sciencemag.org/cgi/content/full/2005/308/4>, 8 March 2005. Kembali kepada bacaan.
  7. Penyelidikan mendukung cerita aneh dari penemuan satu suku, World Science, <members.aol.com/newssciencepage/050303_mlabri.htm>, 4 March 2005. Kembali kepada bacaan.
  8. Watt, B., Mlabri People, <www.mlabri.org>, 17 March 2005. Kembali kepada bacaan.
  9. Led by Prof. Dr Mark Stoneking, Dept. of Evolutionary Genetics, Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology, Germany. Kembali kepada bacaan.
  10. Suatu jalan evolusi yang jarang ditempuh: dari pertanian ke perburuan dan pengumpulan hasil hutan, Public Library of Science—Biology 3(3):e116, March 2005. Kembali kepada bacaan.
  11. Oota, H., Pakendorf, B., Weiss G., von Haeseler A., Pookajorn S., et al., Penemuan baru asal usul dan kebudayaan suku yang mundur kembali ke perburuan dan pengumpulan hasil hutan, Public Library of Science—Biology 3(3):e71, 2005. Kembali kepada bacaan.
  12. Kosa kata suku Mlabri dan cerita rakyat juga memberikan bukti tentang pengenalan mereka akan cara pertanian purba. Ref. 11. Kembali kepada bacaan.
  13. Bahasa-bahasa Pasca-Babel cukup berdokumentasi. Bahasa-bahasa bukannya makin berkembang maju melainkan mundur kebelakang, mengalami kehilangan kekompleksannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. See Wieland, C., Towering change, Creation 22(1):22–26, 1999; <creation.com/babel>. Kembali kepada bacaan.
  14. Beda dengan Alkiab, yang mengajarkan nilai dari harta milik pribadi—misalnya, Matius 20:15; 1 Raja-raja 4:25—hukum yang melarang pencurian dan menginginkan harta milik pribadi orang lain. Kembali kepada bacaan.
  15. Wieland, C., Tasmanian aborigines another example of cultural devolution , Creation 2(1):18–19, 1979, <creation.com/tasaborig>. Kembali kepada bacaan.
  16. Wieland, C., Culture clash, Creation 17(3):42–44, 1995; <creation.com/clash>. Kembali kepada bacaan.
  17. Catchpoole, Dingo Australia serigala berbulu anjing. Creation 27(2):10–15, 2005, <creation.com/dingo>. [Note dogs in top photo] Kembali kepada bacaan.
  18. Niemand, R., The Stone Age a figment of the imagination?, Creation 27(4):13, 2005, <creation.com/stone>. Kembali kepada bacaan.
  19. New International Version. Kembali kepada bacaan.
  20. Wieland, C., Evolutionary racism, Creation 20(4):14–16, 1998; <creation.com/evolracism>. See also p. 10 this issue. Kembali kepada bacaan.
  21. Evolusionis modern biasanya tidak punya pandangan rasisme, namun ini bertentangan dengan keadaan, bukannya akibat dari ajaran Darwinisme mereka. Bukti-bukti yang semakin bertambah banyak secara biologi tentang dekatnya pertalian semua manusia, yang dapat diramalkan berdasarkan catatan Alkitab, telah menyebabkan teori evolusi tentang manusia sudah dirubah secara drastic untuk disesuaikan dengan data-data yang ada. Kembali kepada bacaan.
  22. Walker, T., Keadaan darurat nasional di Australia Sebagai akibat dari peraturan yang dipengaruhi paham evolusi selama empat puluh tahun, <creation.com/aboriginalemergency>, 29 June 2007. Kembali kepada bacaan.
  23. Saya hampir percaya apa yang dikatakan penganut evolusi tentang kami.’ Prayer News [CMI–Australia], p. 3, October–December 2002. Kembali kepada bacaan.
  24. The Creation Bus ministry, <creation.com/bus>. Kembali kepada bacaan.