Explore
Also Available in:

Tantangan Kubung

Begitu sempurna untuk kehidupan di pepohonan, Kubung tidak cocok dalam pohon evolusi.

oleh David Catchpoole
diterjemahkan: Melkisedik Hassa

Colugo
Sehubungan dengan kepentingan hak cipta, gambar aslinya yang
dipublikasikan di majalah Creation tak dapat kami tampilkan di sini.

Kubung yang introvert, beraktivitas waktu malam, dan begitu tidak mencolok, Kubung yang melayang dari satu pohon ke pohon lainnya tinggi di kanopi hutan hujan tropis, si pemakan daun dari Asia Tenggara benar-benar sudah menyulitkan para pendukung evolusi.

Masalahnya Kubung pada hakekatnya tidak cocok ditempatkan dalam “evolutionary tree of life” atau ‘pohon evolusi’

Sir David Attenborough dalam narasinya di BBC Documentary, berkata:

“Ini adalah kubung atau lemur terbang, tapi sebutan ini salah, karena dia tidak terbang, dan jelas binatang ini bukan lemur. Dan sebenarnya, tidak ada yang betul-betul yakin binatang apa yang menjadi saudara terdekatnya.”1

Seperti binatang melayang lainnya, selaput tipis atau patagium memanjang, melebar, dan menghubungkan tubuh sampai ke tangan dan kakinya. Tapi ada perbedaan yang jelas antara binatang ini dan mamalia melayang lainnya, seperti bangsa pengerat (ordo Rodentia, tupai terbang Amerika dan di daerah Eurasia) atau binatang berkantung (ordo Marsupialia, seperti flying phalanger (sejenis kuskus terbang), sugar gliders, dan oposum ekor bulu di Australia dan Papua Nugini). Kubung tidak termasuk di kedua ordo tersebut. Kubung adalah satu-satunya anggota ordo Dermoptera, makhluk yang kecil dan sulit dilihat yang ber ‘sayap dari kulit’.2

Teori Kekelawaran

Ukuran bentang “sayap” selaput udara kubung yang besar adalah sampai 70 sentimeter, atau (27 inci)—seperti keset kaki yang besar. Dan tidak seperti binatang melayang lainnya, selaput tersebut menutupi hampir seluruh sela-sela tubuh, memanjang dan melebar sampai ke ekor, tangan dan kaki, dan ke ujung jari tangan dan kaki. Selaput di ruang antara jari-jari tangan dan kaki, membuat para pendukung evolusi pernah beranggapan bahwa mereka dapat mengkategorikan Kubung “dekat” dengan leluhur kelelawar di “pohon evolusi”. Richard Dawkins, yang secara lantang sudah menyatakan diri sebagai pendukung evolusi, (dalam rangka untuk menjelaskan bahwa paham neo-Darwinisme mungkin dapat menjembatani masalah jarak yang besar antara binatang terbang dan tidak terbang) menulis di bukunya pada tahun 1996, “Climbing Mount Improbable”:

“Tebakan saya adalah sebelum evolusi kelelawar dan burung menjadi makhluk yang dapat terbang, mereka terlebih dahulu melayang dari pohon ke bawah. Leluhur mereka mungkin terlihat seperti Kubung sedikit.”3

Para pendukung evolusi waktu itu berpikir bahwa “dari awal-awal cabang primata, muncullah kelelawar yang besar, tapi sebelumnya didahului dengan munculnya makhluk sejenis kubung (dermopterans)”4—dengan kata lain, dari kubung muncullah kelelawar.

Namun, saat Dawkins menulis buku “The Ancestor’s Tale” (2004),5 bukti baru muncul dan kemudian mengharuskan para pendukung evolusi untuk meninggalkan anggapan Kubung menjadi Kelelawar tersebut.6 Sekarang mereka mencari kaitan antara kubung dengan tikus pohon (ordo Scandentia) dan juga dengan primata (ordo Primata). Perubahan cara berpikir dalam menemukan leluhur yang menjadi titik cabang dari makhluk-makhluk ini kemudian dikomentari oleh Dawkins:

“Beberapa tahun yang lalu, kubung tidak akan dikategorikan seperti ini. Cara taksonomi yang lama akan mempertemukan tikus pohon dan primata tapi kubung tidak, kubung akan dipertemukan dengan kita jauh sesudahnya, sama sekali tidak sangat dekat dengan kita.”5

Dalam rangka perubahan ini, Professor Ulfur Arnason dari Universitas Sweden’s Lund, mengatakan bahwa “aturan yang lama tidak sebenar yang kita duga”, luar biasanya lagi kemudian dia menambahkan: “Hubungan kita lebih dekat kepada Kubung daripada kepada makhluk setengah kera.”7

Perubahan Drastis dari Dawkins,

Dengan cara berkelit yang menakjubkan, Dawkins memberi reaksi positif tentang anggapan anggapan dan cara berpikir evolusi yang tergoyahkan dan tidak pasti, bahkan menggunakannya dalam judul “The Ancestor’s Tale” sebagai moral dari sebuah bab dalam bukunya yang berjudul “The Colugo’s Tale” atau Dongeng tentang Kubung.

“Kedekatan dari tikus pohon dan kubung, dan juga kedekatan mereka kepada mamalia-mamalia lainnya, dapat dipertentangkan dan tidak pasti benar. Ada pelajaran yang dapat diambil dari kenyataan ini, yaitu pelajaran dari Dongeng tentang Kubung”. 5

Dawkins benar dalam hal “pertentangan dan ketidak pastian”, hasil-hasil penelitian yang dipublikasi setelah ini banyak yang saling bertentangan dalam interpretasi dari data data di level molekul dan gen. Sementara para peneliti setuju bahwa cara interpretasi yang lama, yang dulu sudah “sepakat diterima” bahwa kelelawar dan kubung berada dalam satu kelompok saudara atau keturunan, sudah “sepakat untuk ditolak” oleh semua disiplin pembelajaran tentang molekul, penempatan kubung sebagai berhubungan dekat dengan tikus pohon dan primata masih “diperdebatkan”.2,8,9

Seperti yang telah diakui Dawkins dalam “The Colugo’s Tale”:

“Ada pohon evolusi yang benar, tapi kita belum tahu.”5

Karakteristik Kubung yang memiliki ciri-ciri yang saling bercampur, jelas telah mengurungkan usaha-usaha dari para pendukung evolusi untuk membuat suatu sejarah evolusi untuknya (lihat kotak)

Fosil-fosil menggambarkan keadaan yang stasis, bukan evolusi.

Bukti fosil juga tidak mendukung para pendukung evolusi. Mereka mengakui bahwa fosil Kubung yang dianggap berumur 34 juta tahun “tidak jauh berbeda dari Kubung yang sekarang”.10

Kenapa kalau selama itu, tidak ada evolusinya?

Dirancang untuk hidup di atas pohon.

Para pendukung evolusi merendahkan Kubung sebagai makhluk “primitif”, hal ini berkontradiksi dengan pengamatan-pengamatan mereka sendiri. Contoh, Kubung adalah “juara dari semua mamalia melayang”.11 Dengan “super gliding skills”1 atau kemampuan melayangnya yang superior1 , Kubung dapat melayang lebih dari lapangan bola kaki, berbelok 90 derajat, dan kemudian mendarat dengan lembut pada batang pohon. Melayang benar-benar merupakan cara yang hebat dan cocok untuk berpindah-pindah dari pohon ke pohon di hutan hujan tropis di Asia tenggara, dimana kanopi pepohonannya biasa terputus (atau tidak bersambungan). Dengan melayang, energi yang digunakan untuk memanjat ke bawah dan ke atas dapat dihemat, sekaligus menghindari pemangsa-pemangsa yang di bumi. Kubung memiliki tingkat efisiensi aerodinamis yang begitu rupa, dia hanya kehilangan ketinggian 1 meter setiap 12 meter kemajuan horisontalnya.

Dalam satu malam, Kubung mungkin harus pergi sejauh 3 km (2 mil), untuk menemukan dedaunan muda sebagai makanannya (makanannya juga termasuk bunga-bungaan dan buah). Kubung dengan ahli mengontrol lepas landas dan mendaratnya—memperlambat kecepatan melayangnya sampai 60% dan mengatur benturan pendaratannya seimbang ke keempat tangan dan kakinya sambil cakarnya yang tajam mencengkeram batang pohon dengan aman, semua prosedur mendarat dan mencengkeram ini seperti dilakukan dengan begitu mudahnya. Kegiatan ini tidak dapat dilakukan hanya dengan menumbuhkan selaput layangan yang baik fungsionalitasnya saja, tapi semua faktor pendukung dari prosedur ini harus sudah siap, berfungsi, berkontribusi sedari awalnya!

Apa yang dilakukan oleh kubung kalau ada cabang dan dedaunan merintangi jalurnya? Salah satu peneliti mengingat bahwa “mereka akan menutup selaputnya, menerobos rimbunan tersebut dan kemudian membuka selaputnya lalu melayang lagi. Penghalang tidak jadi masalah buat mereka”.11

Dalam mempelajari cara Kubung melayang, dapat membantu dalam peningkatan rancangan dari layangan gantung dan kendaraan terbang kecil, kata para ilmuan.11 Bulunya yang panjang, lembut, mewah, dan yang sangat dihargai dianggap “seperti mampu menghilangkan turbulensi”.12

Bukti yang sedemikian menjadi penguatan untuk anggapan bahwa Kubung adalah makhluk yang dirancang, oleh Sang Perancang sebagaimana yang ditulis di Alkitab. Sekitar 6000 tahun yang lalu, Tuhan menciptakan makhluk-makhluk untuk bereproduksi “menurut jenisnya” (Kejadian 1:24–25), benar-benar konsisten dengan fakta bahwa fosil-fosil Kubung yang ada selalu adalah Kubung seperti yang kita kenal sekarang. Bukanlah kebetulan rancangan Kubung sudah mengalahkan penjelasan-penjelasan yang bersifat naturalistis tentang keberadaan. (Roma 1:20)

Kubung begitu indah dan cocok sebagai makhluk pepohonan yang ada, bukan pepohonan seperti yang dikemukakan oleh teori evolusi.

“Percampuran dari ciri ciri kubung mengurungkan para pendukung evolusi”

Pencampuran Keragaman ciri-ciri Kubung—yang unik dan juga dimiliki oleh makhluk-makhluk yang lain—mengurungkan bahkan para pendukung evolusi yang paling kreatif sekalipun, dalam menelurkan konsep tentang bagaimana jalur evolusi dapat menghasilkan binatang seperti itu.

  • Kubung adalah mamalia berplasenta, namun dalam kebiasaan bereproduksi dia seperti marsupial atau makhluk berkantung. Bayi dikandung hanya dalam 60 hari, setelah lahir bentuknya masih kecil (35g = 1.2 ons; dewasa beratnya 1.75 kg = 3.85 lb) dan bentuknya belum sempurna, dengan kata lain masih dalam masa perkembangan embrio. 6 bulan pertama digunakan untuk bergantung di perut ibunya. Tapi ibunya tidak memiliki kantung. Untuk melindungi anaknya, dia menggulung ekornya ke atas, sampai selaputnya menjadi semacam tas sementara. Kalau induknya bergantung terbalik, selaput layangannya berfungsi seperti tempat tidur gantung yang hangat dan berbulu untuk bayinya. (foto pp.28–29). Tentu saja kalau induknya sedang melayang, perlindungan tersebut tidak dapat diberikan—bayangkan konsekuensi mengerikan untuk spesies berikutnya jika bayi kubung pertama yang ada masih belum memiliki kelengkapan untuk bergantung demi hidupnya!
  • Seperti kelelawar (ordo Chiroptera), dan tidak seperti binatang melayang lainnya, saraf duri dari thoracic vertebraenya (sebuah fraksi tulang belakang di daerah sejajar dengan dada) pendek, tulang dadanya sedikit rebah, antara jari-jari tangan dan kakinya terbentang selaput, dan di ujung tulang hastanya “sangat terkurangi”.12 Namun, beda dari kelelawar, (tapi seperti binatang melayang lainnya), Kubung tidak mengepakkan “sayap”nya dan anatomi tubuhnya pun sangat berbeda.
  • Kubung memiliki wajah seperti lemur, dengan mata yang besar—sehingga disebut (dengan salah) sebagai “flying lemurs”.
  • Kubung memiliki gigi yang sangat tidak biasa. Contoh 2 gigi taring bawah paling pertama unik dibandingkan dengan mamalia, dimana mahkota giginya bergerigi seperti sisir, dengan 20 cabang gerigi / duri pada setiap gigi.
  • Kubung memiliki otak yang kecil dan bilik otak yang besar (ruang khusus di otak) mirip dengan koala dan tikus pohon, dan memiliki telinga yang sangat tidak biasa—tampak berbeda dari primata. Ciri ini dan ketidak adaan ciri-ciri lain dari primata membuat argumen bahwa Kubung adalah “saudara seleluhur” kita sulit diterima. Contoh kemampuan menggerakkan otot leher dan kepala yang ada pada tikus pohon dan primata, tidak ditemukan pada Kubung.13

Bacaan lebih lanjut

Catatan dan Referensi

  1. Kubung makhluk pohon yang melayang dari pohon ke pohon, BBC Learning Zone Scotland—klip-klipnya diedit dari program-program BBC, diakses di www.bbc.co.uk pada 5 November 2010. Kembali ke bacaan.
  2. Martin, R.D., Colugos: mamalia yang hidup dalam gelap melayang menuju cahaya evolusi, Journal of Biology 7:13, 2008. Kembali ke bacaan.
  3. Dawkins, R., Memanjat Gunung ketidakpastian, W.W. Norton & Company, New York, 1996, p. 113. Lihat penelaahan oleh Sarfati, J., Journal of Creation 12(1):29–34, 1998; ​creation.com/dawkins. Kembali ke bacaan.
  4. Pettigrew, J., Lemur terbang dan binatang-binatang lainnya, Nature 346(6284):520, 1990. Kembali ke bacaan.
  5. Dawkins, R., Cerita tentang Leluhur: Perjalanan spiritual menuju tenggelamnya teori evolusi, Houghton Mifflin Company, New York, USA, 2004. Kutipan dari hal. 174–178. Kembali ke bacaan.
  6. Seperti yang disimpulkan oleh seorang pendukung teori evolusi, “interpretasi penggolongan berdasarkan perubahan fisik, seperti penggolongan kubung dengan kelelawar dalam grup Volitantia, sering berbenturan dengan bukti yang tampak dari sudut pandang atau di level molekul.” Ref.2. Kembali ke bacaan.
  7. Kubung dikatakan sebagai kerabat dekat manusia juga, UniSci—Berita Ilmiah Harian Universitas, 20 Juni 2002. Kembali ke bacaan.
  8. Janecka, J., et al., Data pada level molekul dan gen mengidentifikasi kerabat terdekat primata yang hidup sekarang, Science 318(5851):792–794, 2007. Kembali ke bacaan.
  9. Niw, W., et al., Kubung—Si “tikus pohon terbang”? Bukti sitogenesis di level molekul untuk saudara dekat dari kelompok makhluk hidup Scandentia-Dermoptera, BMC Biology 6:18, 2008. Kembali ke bacaan.
  10. Ducrocq, S., et al., Fosil Kubung pertama—Dermopteran dari zaman Eosin akhir dari Thailand, Palaeontology 35(2):373–380, 1992. Kembali ke bacaan.
  11. Sanders, R., Melacak perilaku melayang pada lemur ‘terbang’, University of California Berkeley publikasi pers, berkeley.edu/news/media/releases/2008/02/076_colugo.shtml, 7 Febuari 2008. Kembali ke bacaan.
  12. Vaughan, T., Ryan, J., Czaplewski, N., Mammalogy, 5th edition, Penerbit Jones & Bartlett, Sudbury, MA, USA, 2011—bab 11: Dermoptera dan Scandentia, hal. 162–166. Kembali ke bacaan.
  13. Diogo, R., Otot-otot kepala dan leher dari kubung di Filipina (Dermoptera: Cynocephalus volans), dengan perbandingan dengan tikus pohon, primata, dan mamalia lainnya, Journal of Morphology 270(1):14–51, 2009. Kembali ke bacaan.

Helpful Resources

Refuting Evolution
by Jonathan Sarfati
US $8.00
Soft cover
Living Fossils book
by Dr Carl Werner
US $37.00
Hard cover